Si Sasong

(Drama 3 Dimensi)

 

 

 

Oleh

Yoga Sudarisman

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ilustrasi:


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

Pemain:

-          Darsi

-          Darsa

-          Darsong

-          Orang 1

-          Orang 2

-          Wanita

-          Orang ke 3

(Orang ke 3 hadir menutup babak dan menjadi pembuka untuk babak baru)

 

 

BABAK I

 

[RUANG KANTOR]

(SATU ORANG MASUK

PANGGUNG DARI SEBELAH KIRI

 DIIKUTI DENGAN DUA ORANG MASUK PANGGUNG DARI SEBELAH KANAN)

Di ruang kantor kini terdapat tiga orang laki-laki memakai jas berdasi. Rapi. Yang satu terlihat terengah-engah, baru datang, baru masuk kantor. Yang dua orang baru selesai keluar dari kamar kecil di ruang kantor tersebut. Yang satu membersihkan tangannya, sedang yang satu lagi membersihkan wajahnya. Mereka duduk di depan makanan ringan yang sebagian besar sudah terbuka di atas meja. Mereka bersalaman satu sama lainnya. Mereka tidak terlalu kenal satu dengan yang lainnya. Sekedar bersalaman tangan.

(MUSIK KLASIK)

Seseorang melihat jam tangannya. Sesekali melihat ke jam dinding yang berada di belakang. Dua orang lagi saling berbisik. Dan menunjuk tumpukkan kertas yang sudah dijilid hitam. Seolah ingin memperjelas semua.

Walau tidak mengerti, salah seorang di antara mereka mengangguk melihat tanda dari salah seorang lainnya yang mengangkat lima jarinya. Mereka duduk lagi. Ada yang memakan sisa makanan ringan. Ada yang bermain game dari ponsel. Suaranya nyaring. Lupa mungkin tidak disilent.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

(SUARA BEKER)

Dua orang akan beranjak dari tempat duduk. Namun kini, satu orang lagi, bukan yang pertama tadi, memberikan isyarat lagi. Kali ini dengan sedikit memohon, masih mengangkat lima jari. Masih sama: lima menit lagi. Dua orang yang akan beranjak pergi pun, kini kembali duduk.

(MUSIK KLASIK)

Mereka masih melakukan hal yang sama, ada yang melihat jam dinding, bermain game di ponsel, dan ada yang membuka buku. Seseorang berjalan bolak-balik sambil cemas tentang apa yang sedang mereka kerjakannya. Diam sejenak. Mulai berfikir keras. Seolah kesakitan. Menggunakan akalnya seolah sakit.

Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

(SUARA BEKER)

Dua orang akan beranjak dari tempat duduknya. Mematikan ponselnya. Menutup bukunya. Mereka tidak bisa seperti tadi lagi. Mereka mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Mereka pun mulai berjalan menuju pintu keluar. Namun, ia yang sedang berfikir kesakitan, seolah mendapatkan ide pencerahan. Ia berlari menghalangi dua orang yang mulai membuka pintu. Kembali menyuruh mereka untuk duduk.

Dengan mata berbinar-binar. Ia mengacungkan lima jari sama dengan dua orang di awal tadi. Lima menit lagi. Dua orang pertama tadi seolah tidak percaya dengan ide teman barunya itu. Seolah kesal. Tapi mereka berdua kompak mengangguk. Menyetujui.

(MUSIK KLASIK)

Dibukanya kembali buku-buku yang sudah dimasukkan. Dinyalakan kembali ponselnya. Kini mereka kembali duduk menunggu. Dengan kesibukan mereka masing-masing. Kesibukan yang masih sama.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda. Kini satu orang yang mulai bersiap beranjak pergi. Menyiapkan beberapa kertas yang bertumpuk di depannya. Sedang dua orang di sampingnya malah asik dengan kesibukannya. Seolah lupa. Satu orang menuju depan pintu.

Namun mundur kembali.

(SUARA GONG)

(Matanya tajam melihat ke arah pintu, wajahnya merunduk)

DARSI    : Apakah mereka pernah melihat palung dunia sehingga mereka berani melakukan seperti ini kepada kami? Kepada sesamanya.

 

Apakah mereka pernah melihat kerak bumi sampai-sampai mereka berbuat di luar norma?

 

Mungkin kebanyakan mereka sudah melihatnya. Mungkin juga mereka sudah singgah di sana.

 

Kami di sini. Kita! Kita semua ... akan sama dengan mereka. Bisa saja sama dengan mereka. Sst...sst... Jangan mengelak ... Jangan mengelak

 

Pernah tahu, benar-benar paham. Akhirnya membongak bagai buntal kembung. Sombong!

 

Dan … Batal! ... Batal!.

 

Ia sudah ... batal! Mereka? Batal! Kita? Boleh jadi.

 

Batal dalam pandangan mereka yang tidak punya dosa. Yang tidak pernah berbuat dosa! Yang tahu tentang palung neraka. Yang lebih tahu tentang kerak neraka.

 

Kalian diam atau berucap, mungkin sama ... batal.

 

(DARSI BERLUTUT)

 

Dua orang lain tersenyum. Seolah sudah tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi.

 

DARSA            : Kita boleh berucap?

DARSONG       : Kita di sini apa?

DARSA            : Binatang.

DARSONG       : Kita binatang...

DARSA            : Binatang berakal, lah

DARSONG       : Berarti boleh.

DARSA            : Semenjak kapan?

DARSONG       : Kapan apanya?

DARSA            : Sulit berucap dengan binatang.

DARSONG       : Jangan berucap. (membuka-buka lembaran kertas)

Darsa mencolek Darsong yang kini sedang membaca. menunjuk Darsi. Keduanya berjalan ke arah Darsi yang masih berlutut, mencoba merengkuhnya.

DARSA            : Sudah, lah. Coba kita pindah. Siapa tahu akan lebih indah.

DARSONG       : Iya. Setuju. Lima menit lagi akan terasa sangat indah.

 

(Darsi melihat ke arah keduanya. Darsa mengangguk)

 

Ketiganya memindahkan meja tempat mereka menunggu, ke arah lain. Menatap pintu masuk yang kini terletak berbeda dari arah sebelumnya. Ketiganya kembali duduk manis. Yang satu melihat jam tangan. Dan sisanya masih melakukan aktivitas yang sama sedari tadi.

 

Masuklah ke ruangan tersebut orang berbadan tegap, masih muda, membawa koper.

 

DARSA            : Hey, dia datang?

DARSONG       : Aku tahu.

DARSI : Iya, tahu! Perawakan dan pakaiannya mirip kamu. (Menunjuk Darsa)

ORANG 1        : Saya di sini.

DARSONG       : (Mengangguk) Iya. Anda memang di mana?

ORANG 1        : Ini tentang sidang akhir itu, ya?

DARSI : Ya gitu.

DARSA            : (Melihat yang lainnya) Iya.

ORANG 1        : Maaf saya terlambat.

DARSONG       : Memang.

DARSI : Anda terlambat!

DARSA            : Sudah terlambat?

ORANG 1        : Maaf saya baru sendiri…

DARSA            : (Melihat Darsi dan Darsong) Merapat. Merapat.

DARSONG       : Kami dan anda.

ORANG 1        : Maaf anda hanya bertiga

DARSI : Ini bukan soal angka. Kami sudah menunggu. Hayo, lah!

(MUSIK TEGANG).

Masuklah ke ruangan tersebut dengan santai orang kedua sambil membawa minuman. Tas besar di pundak. Penuh buku.

ORANG 2        : Selamat siang.

ORANG 1        : Selamat siang.

DARSI             : (Berbisik) Sekarang perawakan dan pakaiannya mirip kamu (melihat Darsong)

SISASONG       : Siang.

ORANG 2        : Percaya, kalian datang terlalu pagi…

DARSA            : Entahlah.

ORANG 2        : Hanya akan ada satu orang di ruangan ini, ya?

DARSA            : Sudah? Lah?

ORANG 1        : Memang?

ORANG 2        : Iya.

(SUARA KETUKAN PINTU).

ORANG 1-2     : Masuk.

SISASONG       : Masuklah.

Masuk seorang wanita paro baya membawa map warna belang, seperti bajunya yang belang kuda zebra. Ia membuka map yang berisikan berkas-berkas untuk ditandatangani mereka yang ingin ujian.

WANITA         : Mau memberikan tanda tangan…

ORANG 2        : Siapa?

WANITA         : Anda-anda…

ORANG 2        : Maksudnya saya memberi tanda tangan?

ORANG 1        : Kami semua? Atau kita bagaimana?

ORANG 2        : Sudah, sudah, sudah. Kalian diam, ya.

DARSA            : Kami sudah, diam, sudah.

DARSI             : Iya. Sudah.

ORANG 2        : Kalian ini parah!

DARSONG       : Maaf, kami tidak mengerti.

DARSA            : Diam.

DARSI : Dari tadi. Diam, menunggu.

WANITA         : Yang tidak ujian, tidak boleh tanda tangan.

ORANG 1        : Apa?

ORANG 2        : Iya, apa?

WANITA         : (Sambil tersenyum) Tidak ada apa-apa.

Semua tidak ada yang paham dengan cara berbicara wanita tadi. Tapi  tidak ada yang mengambil pusing. Semua menanda tangani. Semua. Setelah tanda tangan, lantas wanita itu keluar. Dan meminta dua orang untuk keluar.

WANITA         : Satu hari, satu tingkatan, bukan angkatan.

(Semuanya mengerutkan kening, tidak paham)

DARSI : Kalian setelah saya!

LAINNYA        : (Keluar ruangan) Baik.

Di ruangan tersebut hanya bertiga: dua orang dan ditambah Darsi.

ORANG 1        : Baik namanya, siapa?!

DARSI : Ha? Dia tidak memberitahu?

ORANG 1        : Tidak. Maksud saya nama anda?

DARSI : Darsi!

ORANG 2        : Pendek, ya?

DARSI : Apa?! Adanya begini, ha!!

ORANG 1        : Oke, kita mulai saja.

ORANG 2        : Iya. Cepat!

DARSI : Secepatnya lebih baik!!

ORANG 2        : Baik, ha? Anda memang tidak tidak … sama dengan kebanyakan!

ORANG 1        : Memang!

ORANG 2        : BATAL bukan?

ORANG 1        : Hmmm.

(MUSIK TEGANG, SUARA DEGUP JANTUNG)

Dari luaran sana, kedua lainnya mengintip dari jendela. Dengan saksama mereka ingin  tahu apa yang sedang dipertanyakan oleh kedua orang di dalam. Kepada yang sedang diuji.

(HANYA MUSIK TEGANG, TANPA TERDENGAR SUARA MEREKA)

DARSA            : Wajar. (Melihat Darsong)

DARSONG       : Iya.

DARSA            : (Melihat jam tangan) Lama?

DARSONG       : Tidak. Terlalu!!

(MUSIK TEGANG)

Mereka masih penasaran. Mereka melihat kembali dari celah kecil jendela.

Dan akhirnya adu argumen selesai.

(MUSIK TEGANG BERHENTI) Kini mulai terlihat wajah yang diuji keluar ruangan. Setelah yang diuji keluar, dua orang penguji pun masing-masing pergi ke kamar kecil.

(DUA ORANG PENGUJI KELUAR

PANGGUNG SEBELAH KANAN)

DARSI : Teman… (Sambil menggelengkan kepala. Yang sudah diuji menangis)

DARSA            : (Melihat Darsong).

DARSONG       : Lulus?

(Tangisan yang diuji semakin mengeras)

DARSA            : Hmmm.

DARSI : Buat apa? Susah! Susah! Itu, tak ada gunanya!

(MUSIK SEDIH)

Akhirnya mereka bertiga keluar ruangan tersebut, bertemu dengan seseorang yang sama seperti orang-orang di dalam, membawa koper. Kali ini wajah dan perawakannya mirip Darsi.

 

ORANG KE 3  : Di dalam ada ujian akhir?

(KETIGANYA TIDAK MENJAWAB.

KELUAR PANGGUNG SEBELAH KIRI)


 

Pemain:

-          Darsi

-          Darsa

-          Darsong

-          Orang 1

-          Orang 2

-          Wanita

-          Orang ke 3

(Orang ke 3 hadir menutup babak dan menjadi pembuka untuk babak baru)

 

 

BABAK II

[RUANG KANTOR]

(SATU ORANG MASUK

PANGGUNG DARI SEBELAH KIRI

 DIIKUTI DENGAN DUA ORANG MASUK PANGGUNG DARI SEBELAH KANAN)

Di ruang kantor kini terdapat tiga orang laki-laki memakai jas berdasi. Rapi. Yang satu terlihat terengah-engah, baru datang, baru masuk kantor. Yang dua orang baru selesai keluar dari kamar kecil di ruang kantor tersebut. Yang satu membersihkan tangannya, sedang yang satu lagi membersihkan wajahnya. Mereka duduk di depan makanan ringan yang sebagian besar sudah terbuka di atas meja. Mereka bersalaman satu sama lainnya. Mereka tidak terlalu kenal satu dengan yang lainnya. Sekedar bersalaman tangan.

(MUSIK KLASIK)

Seseorang melihat jam tangannya. Sesekali melihat ke jam dinding yang berada di belakang. Dua orang lagi saling berbisik. Dan menunjuk tumpukkan kertas yang sudah dijilid hitam. Seolah ingin memperjelas semua.

Walau tidak mengerti, salah seorang di antara mereka mengangguk melihat tanda dari salah seorang lainnya yang mengangkat lima jarinya. Mereka duduk lagi. Ada yang memakan sisa makanan ringan. Ada yang bermain game dari ponsel. Suaranya nyaring. Lupa mungkin tidak disilent.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

(SUARA BEKER)

Dua orang akan beranjak dari tempat duduk. Namun kini, satu orang lagi, bukan yang pertama tadi, memberikan isyarat lagi. Kali ini dengan sedikit memohon, masih mengangkat lima jari. Masih sama: lima menit lagi. Dua orang yang akan beranjak pergi pun, kini kembali duduk.

(MUSIK KLASIK)

Mereka masih melakukan hal yang sama, ada yang melihat jam dinding, bermain game di ponsel, dan ada yang membuka buku. Seseorang berjalan bolak-balik sambil cemas tentang apa yang sedang mereka kerjakannya. Diam sejenak. Mulai berfikir keras. Seolah kesakitan. Menggunakan akalnya seolah sakit.

Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

(SUARA BEKER)

Dua orang akan beranjak dari tempat duduknya. Mematikan ponselnya. Menutup bukunya. Mereka tidak bisa seperti tadi lagi. Mereka mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Mereka pun mulai berjalan menuju pintu keluar. Namun, ia yang sedang berfikir kesakitan, seolah mendapatkan ide pencerahan. Ia berlari menghalangi dua orang yang mulai membuka pintu. Kembali menyuruh mereka untuk duduk.

Dengan mata berbinar-binar. Ia mengacungkan lima jari sama dengan dua orang di awal tadi. Lima menit lagi. Dua orang pertama tadi seolah tidak percaya dengan ide teman barunya itu. Seolah kesal. Tapi mereka berdua kompak mengangguk. Menyetujui.

(MUSIK KLASIK)

Dibukanya kembali buku-buku yang sudah dimasukkan. Dinyalakan kembali ponselnya. Kini mereka kembali duduk menunggu. Dengan kesibukan mereka masing-masing. Kesibukan yang masih sama.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda. Kini satu orang yang mulai bersiap beranjak pergi. Menyiapkan beberapa kertas yang bertumpuk di depannya. Sedang dua orang di sampingnya malah asik dengan kesibukannya. Seolah lupa. Satu orang menuju depan pintu.

Namun mundur kembali.

(SUARA GONG)

(Matanya tajam melihat ke arah pintu, wajahnya merunduk)

DARSA  : Apakah mereka pernah melihat palung dunia sehingga mereka berani melakukan seperti ini kepada kami? Kepada sesamanya.

 

Apakah mereka pernah melihat kerak bumi sampai-sampai mereka berbuat di luar norma?

 

Mungkin kebanyakan mereka sudah melihatnya. Mungkin juga mereka sudah singgah di sana.

 

Kami di sini. Kita! Kita semua ... akan sama dengan mereka. Bisa saja sama dengan mereka. Sst...sst... Jangan mengelak ... Jangan mengelak

 

Pernah tahu, benar-benar paham. Akhirnya membongak bagai buntal kembung. Sombong!

 

Dan … Batal! ... Batal!.

 

Ia sudah ... batal! Mereka? Batal! Kita? Boleh jadi.

 

Batal dalam pandangan mereka yang tidak punya dosa. Yang tidak pernah berbuat dosa! Yang tahu tentang palung neraka. Yang lebih tahu tentang kerak neraka.

 

Kalian diam atau berucap, mungkin sama ... batal.

 

(DARSA BERLUTUT)

 

Dua orang lain tersenyum. Seolah sudah tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi.

 

DARSI : Kita boleh berucap

DARSONG       : Kita? di sini apa?

DARSI : Binatang!

DARSONG       : Kita? Binatang?

DARSI : Binatang?! Berakal, lah!

DARSONG       : Berarti boleh.

DARSI : Semenjak kapan

DARSONG       : Kapan? apanya?

DARSI : Sulit berucap dengan binatang!

DARSONG       : Jangan berucap! (membuka-buka lembaran kertas)

Darsi mencolek Darsong yang kini sedang membaca. menunjuk Darsa. Keduanya berjalan ke arah Darsa yang masih berlutut, mencoba merengkuhnya.

DARSI : Sudah, lah. Coba kita pindah? Siapa tahu akan lebih indah?

DARSONG       : Iya. Setuju. Lima menit lagi akan terasa sangat indah.

 

(Darsa melihat ke arah keduanya. Darsi mengangguk)

 

Ketiganya memindahkan meja tempat mereka menunggu, ke arah lain. Menatap pintu masuk yang kini terletak berbeda dari arah sebelumnya. Ketiganya kembali duduk manis. Yang satu melihat jam tangan. Dan sisanya masih melakukan aktivitas yang sama sedari tadi.

 

Masuklah ke ruangan tersebut orang berbadan tegap, masih muda, membawa koper.

 

DARSI : Hey, dia datang!

DARSONG       : Aku tahu.

DARSA            : Iya, tahu… Perawakan dan pakaiannya mirip kamu. (Menunjuk Darsi)

ORANG 1        : Saya? di sini?

DARSONG       : (Mengangguk) Iya. Anda memang di mana?

ORANG 1        : Ini tentang sidang akhir itu ya…

DARSA            : Ya, gitu?

DARSI : (Melihat yang lainnya) Iya!

ORANG 1        : Maaf, saya terlambat?

DARSONG       : Memang…

DARSA            : Anda terlambat?

DARSI : Sudah terlambat!

ORANG 1        : Maaf, saya baru sendiri?

DARSI : (Melihat Darsa dan Darsong) MERAPAT! MERAPAT!

DARSONG       : Kami dan anda?

ORANG 1        : Maaf, anda hanya bertiga?

DARSA            : Ini bukan soal angka? Kami sudah menunggu. Hayolah

(MUSIK TEGANG).

Masuklah ke ruangan tersebut dengan santai orang kedua sambil membawa minuman. Tas besar di pundak. Penuh buku.

ORANG 2        : Selamat siang?

ORANG 1        : Selamat siang?

DARSA            : (Berbisik) Sekarang perawakan dan pakaiannya mirip kamu (melihat Darsong)

SISASONG       : Siang?

ORANG 2        : Percaya kalian datang terlalu pagi?

DARSI : Entahlah!

ORANG 2        : Hanya akan ada satu orang di ruangan ini, ya…

DARSI : Sudah, lah!

ORANG 1        : Memang…

ORANG 2        : Iya??

(SUARA KETUKAN PINTU).

ORANG 1-2     : Masuk.

SISASONG       : Masuklah.

Masuk seorang wanita paro baya membawa map warna belang, seperti bajunya yang belang kuda zebra. Ia membuka map yang berisikan berkas-berkas untuk ditandatangani mereka yang ingin ujian.

WANITA         : Mau memberikan tanda tangan?

ORANG 2        : Siapa?

WANITA         : Anda-anda?

ORANG 2        : Maksudnya saya memberi tanda tangan…

ORANG 1        : Kami? Semua? Atau kita? Bagaimana?

ORANG 2        : Sudah? Sudah? Sudah? Kalian diam, ya!

DARSI : Kami sudah diam! Sudah!

DARSA            : Iya sudah…

ORANG 2        : Kalian? Ini parah…

DARSONG       : Maaf, kami tidak mengerti.

DARSI : Diam!

DARSA            : Dari tadi diam menunggu…

WANITA         : Yang tidak ujian, tidak boleh tanda tangan.

ORANG 1        : Apa?

ORANG 2        : Iya, apa?

WANITA         : (Sambil tersenyum) Tidak ada apa-apa.

Semua tidak ada yang paham dengan cara berbicara wanita tadi. Tapi  tidak ada yang mengambil pusing. Semua menanda tangani. Semua. Setelah tanda tangan, lantas wanita itu keluar. Dan meminta dua orang untuk keluar.

WANITA         : Satu hari, satu tingkatan, bukan angkatan.

(Semuanya mengerutkan kening, tidak paham)

DARSA            : Kalian setelah saya?

LAINNYA        : (Keluar ruangan) Baik.

Di ruangan tersebut hanya bertiga: dua orang dan ditambah Darsa.

ORANG 1        : Baik, namanya siapa?

DARSA            : Ha… dia tidak memberitahu?

ORANG 1        : Tidak. Maksud saya, nama anda?

DARSA            : Darsa…

ORANG 2        : Pendek, ya?

DARSA            : Apa adanya begini...ha…

ORANG 1        : Oke, kita mulai saja?

ORANG 2        : Iya. Cepat?

DARSA            : Secepatnya? lebih baik…

ORANG 2        : Baik, ha… Anda memang … tidak tidak sama dengan kebanyakan.

ORANG 1        : Memang…

ORANG 2        : BATAL?? Bukan!!

ORANG 1        : Hmmm.

(MUSIK TEGANG, SUARA DEGUP JANTUNG)

Dari luaran sana, kedua lainnya mengintip dari jendela. Dengan saksama mereka ingin  tahu apa yang sedang dipertanyakan oleh kedua orang di dalam. Kepada yang sedang diuji.

(HANYA MUSIK TEGANG, TANPA TERDENGAR SUARA MEREKA)

DARSI : Wajar? (Melihat Darsong)

DARSONG       : Iya?

DARSI : (Melihat jam tangan) Lama!

DARSONG       : Tidak terlalu…

(MUSIK TEGANG)

Mereka masih penasaran. Mereka melihat kembali dari celah kecil jendela.

Dan akhirnya adu argumen selesai.

(MUSIK TEGANG BERHENTI) Kini mulai terlihat wajah yang diuji keluar ruangan. Setelah yang diuji keluar, dua orang penguji pun masing-masing pergi ke kamar kecil.

(DUA ORANG PENGUJI KELUAR

PANGGUNG SEBELAH KANAN)

DARSA            : Teman!!! (Sambil menggelengkan kepala. Yang sudah diuji menangis)

DARSI : (Melihat Darsong).

DARSONG       : Lulus!!!

(Tangisan yang diuji semakin mengeras)

DARSI : Hmmm!!

DARSA            : Buat apa susah susah… Itu tak ada gunanya!

(MUSIK BAHAGIA)

Akhirnya mereka bertiga keluar ruangan tersebut, bertemu dengan seseorang yang sama seperti orang-orang di dalam, membawa koper. Kali ini wajah dan perawakannya mirip Darsa.

 

ORANG KE 3  : Di dalam ada ujian akhir?

(KETIGANYA TIDAK MENJAWAB.

KELUAR PANGGUNG SEBELAH KIRI)


 

 

 

Pemain:

-          Darsi

-          Darsa

-          Darsong

-          Wanita

-          Orang Pertama

-          Orang Kedua

-          Orang Ketiga

(Orang Ketiga hadir menjadi penutup babak dan sekaligus pembuka babak baru)

 

_______________________________________

BABAK III

(Layar dibuka)

DI RUANG KANTOR

“SEPERTI SEBELUMNYA.”

 

 (SATU ORANG MASUK

PANGGUNG DARI SEBELAH KIRI

 DIIKUTI DENGAN DUA ORANG MASUK PANGGUNG DARI SEBELAH KANAN)

Di ruang kantor kini terdapat tiga orang laki-laki memakai jas lengkap dengan dasi. Rapi. Yang satu terengah-engah baru datang masuk kantor. Yang dua orang baru selesai keluar dari kamar kecil di ruang kantor tersebut. Mereka duduk di depan makanan ringan yang sebagian besar sudah terbuka di atas meja. Mereka bersalaman satu sama lainnya. Mereka tidak kenal satu dengan yang lainnya. Sekedar bersalaman tangan. Mereka duduk satu meja seperti dewan juri melihat kursi kosong di hadapan mereka.

(MUSIK)

Seseorang melihat jam tangannya. Sesekali melihat ke jam dinding yang berada di belakang ruang kantor. Dua orang lagi saling berbisik. Dan menunjuk tumpukkan kertas yang sudah dijilid hitam.

Walau tidak mengerti, salah seorang di antara mereka mengangguk melihat tanda dari salah seorang lainnya yang mengangkat lima jarinya. Mereka duduk lagi. Ada yang memakan sisa makanan ringan. Ada yang bermain game di ponsel. Suaranya nyaring.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

 

 (SUARA BEKER)

Dua orang mulai beranjak dari tempat duduk. Namun kini, satu orang, bukan yang pertama tadi, memberikan isyarat lagi. Kali ini dengan sedikit memohon, masih mengangkat lima jari. Masih sama: lima menit lagi. Dua orang yang akan beranjak pergi pun, kini kembali duduk.

(MUSIK)

Mereka masih melakukan hal yang sama. Ada yang melihat jam dinding, bermain game di ponsel, dan ada yang membuka buku. Seseorang berjalan bolak-balik cemas tentang apa yang sedang dikerjakannya. Diam sejenak. Mulai berpikir keras. Seolah kesakitan.

Melihat pintu masuk di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda.

(SUARA BEKER)

Dua orang akan beranjak dari tempat duduknya. Mematikan ponselnya. Menutup bukunya. Tidak ada toleransi lagi. Mereka pun mulai berjalan menuju pintu keluar. Namun, ia yang sedang berpikir kesakitan, seolah mendapatkan ide pencerahan. Ia berlari menghalangi dua orang yang mulai membuka pintu. Kembali menyuruh mereka duduk.

Dengan mata berbinar-binar. Ia mengacungkan lima jari yang sama seperti dua orang di awal tadi. Lima menit lagi. Dua orang itu menggelengkan kepala, tidak percaya dengan ide teman barunya. Terlihat kesal. Walaupun berat, tapi mereka berdua kompak mengangguk. Menyetujui.

(MUSIK)

Dikeluarkan lagi buku-buku yang sudah dimasukkan tas. Dinyalakan kembali ponselnya. Kini mereka kembali duduk menunggu. Dengan kesibukan mereka masing-masing. Kesibukan yang sama seperti sebelumnya.

Lima menit hampir berlalu. Melihat pintu di depan mereka. Masih tertutup. Belum ada tanda-tanda. Kini satu orang yang mulai bersiap beranjak pergi. Menyiapkan beberapa kertas yang bertumpuk di depannya. Sedang dua orang di sampingnya malah asik dengan kesibukannya. Seperti lupa. Satu orang menuju depan pintu. Tapi mundur lagi. Maju lagi. Mundur lagi.

 (SUARA GONG)

(Matanya tajam melihat ke arah pintu, wajahnya merunduk)

DARSONG       : Apakah mereka pernah melihat palung dunia sehingga mereka berani melakukan seperti ini kepada kami? ♪♪♪ Kepada sesamanya. ♪♪♪

 

Apakah mereka pernah melihat kerak bumi sampai-sampai mereka berbuat di luar norma?

 

♪♪♪ Mungkin kebanyakan mereka sudah melihatnya. Mungkin juga mereka sudah singgah di sana. ♪♪♪

 

Kami di sini. Kita! Kita semua ... akan sama dengan mereka. Bisa saja sama dengan mereka. ♪♪♪ Sst...sst... Jangan mengelak ... Jangan mengelak♪♪♪

 

Pernah tahu, benar-benar paham. Akhirnya membongak bagai buntal kembung. Sombong!

 

Dan ♪♪♪ Batal ♪♪♪ ... ♪♪♪ Batal ♪♪♪.

 

Ia sudah ... batal! Mereka? Batal! Kita? Boleh jadi.

 

Batal dalam pandangan mereka yang tidak punya dosa. Yang tidak pernah berbuat dosa! Yang tahu tentang palung neraka. Yang lebih tahu tentang kerak neraka.

 

Kalian diam atau berucap, ♪♪♪ mungkin sama ... batal ♪♪♪.

 

(DARSONG BERLUTUT)

 

Dua orang lain tersenyum. Seolah sudah tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi.

 

DARSI : Kita boleh berucap

DARSA            : Kita? di sini apa?

DARSI : Binatang!

DARSA            : Kita? Binatang?

DARSI : Binatang?! Berakal, lah!

DARSA            : Berarti boleh.

DARSI : Semenjak kapan

DARSA            : Kapan? apanya?

DARSI : Sulit berucap dengan binatang!

DARSA            : Jangan berucap! (membuka-buka lembaran kertas)

Darsi mencolek Darsa yang kini sedang membaca. menunjuk Darsong. Keduanya berjalan ke arah Darsong yang masih berlutut, mencoba merengkuhnya.

DARSI : Sudah, lah. Coba kita pindah? Siapa tahu akan lebih indah?

DARSA            : Iya. Setuju. Lima menit lagi akan terasa sangat indah.

 

(Darsong melihat ke arah keduanya. Darsi mengangguk)

 

Ketiganya memindahkan meja tempat mereka menunggu, ke arah lain. Menatap pintu masuk yang kini terletak berbeda dari arah sebelumnya. Ketiganya kembali duduk manis. Yang satu melihat jam tangan. Dan sisanya masih melakukan aktivitas yang sama sedari tadi.

 

Masuklah ke ruangan tersebut orang berbadan tegap, masih muda, membawa koper.

 

DARSI : Hey, dia datang!

DARSA            : Aku tahu.

DARSONG       : ♪♪♪ Iya, tahu… Perawakan dan pakaiannya mirip kamu. (Menunjuk Darsi)

ORANG 1        : Saya? di sini?

DARSA            : (Mengangguk) Iya. Anda memang di mana?

ORANG 1        : Ini tentang sidang akhir itu ya…

DARSONG       : ♪♪♪ Ya, gitu

DARSI : (Melihat yang lainnya) Iya!

ORANG 1        : Maaf, saya terlambat?

DARSA            : Memang…

DARSONG       : ♪♪♪Anda terlambat

DARSI : Sudah terlambat!

ORANG 1        : Maaf, saya baru sendiri?

DARSI : (Melihat Darsong dan Darsa) MERAPAT! MERAPAT!

DARSA            : Kami dan anda?

ORANG 1        : Maaf, anda hanya bertiga?

DARSONG       : Ini bukan soal angka ♪♪♪ Kami sudah menunggu. Hayolah♪♪♪

(MUSIK TEGANG).

Masuklah ke ruangan tersebut dengan santai orang kedua sambil membawa minuman. Tas besar di pundak. Penuh buku.

ORANG 2        : Selamat siang?

ORANG 1        : Selamat siang?

DARSONG       : (Berbisik) Sekarang perawakan dan pakaiannya mirip kamu (melihat Darsa)

SISASONG       : Siang?

ORANG 2        : Percaya kalian datang terlalu pagi?

DARSI : Entahlah!

ORANG 2        : Hanya akan ada satu orang di ruangan ini, ya…

DARSI : Sudah, lah!

ORANG 1        : Memang…

ORANG 2        : Iya??

(SUARA KETUKAN PINTU).

ORANG 1-2     : Masuk.

SISASONG       : Masuklah.

Masuk seorang wanita paro baya membawa map warna belang, seperti bajunya yang belang kuda zebra. Ia membuka map yang berisikan berkas-berkas untuk ditandatangani mereka yang ingin ujian.

WANITA         : Mau memberikan tanda tangan?

ORANG 2        : Siapa?

WANITA         : Anda-anda?

ORANG 2        : Maksudnya saya memberi tanda tangan…

ORANG 1        : Kami? Semua? Atau kita? Bagaimana?

ORANG 2        : Sudah? Sudah? Sudah? Kalian diam, ya!

DARSI : Kami sudah diam! Sudah!

DARSONG       : ♪♪♪ Iya sudah…

ORANG 2        : Kalian? Ini parah…

DARSA            : Maaf, kami tidak mengerti.

DARSI : Diam!

DARSONG       : ♪♪♪ Dari tadi diam menunggu…

WANITA         : Yang tidak ujian, tidak boleh tanda tangan.

ORANG 1        : Apa?

ORANG 2        : Iya, apa?

WANITA         : (Sambil tersenyum) Tidak ada apa-apa.

Semua tidak ada yang paham dengan cara berbicara wanita tadi. Tapi  tidak ada yang mengambil pusing. Semua menanda tangani. Semua. Setelah tanda tangan, lantas wanita itu keluar. Dan meminta dua orang untuk keluar.

WANITA         : Satu hari, satu tingkatan, bukan angkatan.

(Semuanya mengerutkan kening, tidak paham)

DARSONG       : ♪♪♪ Kalian setelah saya…

LAINNYA        : (Keluar ruangan) Baik.

Di ruangan tersebut hanya bertiga: dua orang dan ditambah Darsong.

ORANG 1        : Baik, namanya siapa?

DARSONG       : ♪♪♪ Ha… dia tidak memberitahu ♪♪♪

ORANG 1        : Tidak. Maksud saya, nama anda?

DARSONG       : ♪♪♪ Darsooong!!

ORANG 2        : Pendek, ya?

DARSONG       : Apa adanya begini... ♪♪♪ ha…♪♪♪

ORANG 1        : Oke, kita mulai saja?

ORANG 2        : Iya. Cepat?

DARSONG       : ♪♪♪ Secepatnya lebih baik…

ORANG 2        : Baik, ha… Anda memang … tidak tidak sama dengan kebanyakan.

ORANG 1        : Memang…

ORANG 2        : BATAL?? Bukan!!

ORANG 1        : Hmmm.

(MUSIK TEGANG, SUARA DEGUP JANTUNG)

Dari luaran sana, kedua lainnya mengintip dari jendela. Dengan saksama mereka ingin  tahu apa yang sedang dipertanyakan oleh kedua orang di dalam. Kepada yang sedang diuji.

(HANYA MUSIK TEGANG, TANPA TERDENGAR SUARA MEREKA)

DARSI : Wajar? (Melihat Darsa)

DARSA            : Iya?

DARSI : (Melihat jam tangan) Lama!

DARSA            : Tidak terlalu…

(MUSIK TEGANG)

Mereka masih penasaran. Mereka melihat kembali dari celah kecil jendela.

Dan akhirnya adu argumen selesai.

(MUSIK TEGANG BERHENTI) Kini mulai terlihat wajah yang diuji keluar ruangan. Setelah yang diuji keluar, dua orang penguji pun masing-masing pergi ke kamar kecil.

(DUA ORANG PENGUJI KELUAR

PANGGUNG SEBELAH KANAN)

DARSONG       : ♪♪♪ Teman!!! (Sambil menggelengkan kepala. Yang sudah diuji menangis)

DARSI : (Melihat Darsa).

DARSA            : Lulus???

(Tangisan yang diuji semakin mengeras)

DARSI : Hmmm!!

DARSONG       : ♪♪♪ Buat apa susah, susah itu tak ada gunanya! ♪♪♪  (lagu Koes Plus)

(MUSIK BAHAGIA)

Akhirnya mereka bertiga keluar ruangan tersebut, bertemu dengan seseorang yang sama seperti orang-orang di dalam, membawa koper. Kali ini wajah dan perawakannya mirip Darsong.

 

ORANG KE 3  : Di dalam ada ujian akhir?

(KETIGANYA TIDAK MENJAWAB.

KELUAR PANGGUNG SEBELAH KIRI)

 

 

Back to top